PERKEMBANGAN
FISIK
Perkembangan fisik
berlangsung secara teratur, tidak secara acak. Perkembangan bayi ditandai
adanya perubahan dari aktivitas yang tidak terkendali menjadi suatu aktivitas
yang terkendali. Adalah merupakan hal yang mudah untuk mengamati aktivitas bayi
yang tidak terkendali. lengan juga akan ikut bergerak-gerak. Secara
berangsur-angsur, bayi akan menjadi lebih mampu
Pergerakan yang dilakukan secara
sengaja dan terkendali juga akan teroganisir ke dalam pola, seperti menarik
dirinya persis sama denga posisi berdiri, melepaskan tangannya, dan
menggerakkan kaki untuk berjalan. Pola-pola ini kemudian berubah menjadi
gerakan-gerakan anak dalam melakukan respons terhadap berbagai stimulasi yang
berbeda.
Awalnya
satu-satunya pilihan untuk mendapatkan mainan tersebut adalah dengan berlari
dan bergoyang-goyang. Seiring dengan
perkembangan anak yang semakin maju, maka proses merayap dan akhirnya berjalan
atau berlari akan menjadi suatu pola bagi perkembangan fisik anak.[1]
Aspek Perkembangan Fisik
Apa
saja peningkatandi dalam pertumbuhan dan perkembangan motorik yang muncul pada
anak-anak usia sekolah dan apa saja kebutuhan gizi mereka?
·
Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak
tengah tidak secepat pada masa awal.perbedaan yang besar muncul dalam tinggi
dan berat
·
Gizi dan tidur yang tepat penting bagi
pertumbuhan dan kesehatan yang normal.
·
Karena perkembangan motorik meningkat, anak
laki-laki dan anak perempuan dalam masaa kanak-kanak tengah dapat terlibat dalam kegiatan motorik
yang lebih banyak
·
Kegiatan waktu istirahat informal membantu
mengembangkan keterampilan fisik dan sosial. Permainan anak-anak- laki-laki
cenderung lebih bersifat fisik dan permainan anak perempuan lebih bersifat
verbal.
·
Sekitar 10 persen permainan anak-anak
sekolah, terutama anak laki-laki adalah permainan kekacauan dan kekasaran
·
Banyak anak, terutama anak laki-laki,
terlibat dalam olahraga kompetitif. Program pendidikan jasmani seharusnya
mempunyai tujuan keterampilan dan kebugaran bagi seluruh anak.[2]
PERKEMBANGAN
MOTORIK
Bagaimana Perkembangan
Motorik Terjadi:
Menurut Esther Thelen ( 1995 ), perkembangan
motorik adalah proses berkelanjutan dari interaksi antara bayi dan lingkungan. Thelen
menunjuk refeks berjalan: gerakan
menginjak yang dibuat oleh Neonatus saat ereka dituntun dalam posisi berdiri
dengan kaki menyetuh lantai. Prilaku ini biasanya hilang di bulan keempat.
Tidak sampai akhir tahun pertama, saat
bayi mulai bersiap untuk belajar berjalan, gerakan itu muncul kembali.
Penjelasan biasanya adalah perubahan kontrol kortikal : cara berjalan bayi yang
lebih besar yang memang bertujuan dilihat sebagai kemampuan baru yang
mencerminkan perkembangan otak.. namun, menurut pengamatan thelen, langkah bayi
baru lahir melibatkan gerakan yang sama yang dibuat oleh neonatus saat
berbaring dan menendang. Mengapa melangkah berhenti dan baru muncul kembali
beberapa bulan kemudian, sedangkan menendang terus ada? Jawabannya dalah,
menurutnya, kaki bayi menjadi tebal dan berat selama bulan-bulan awal, tetapi
belum kuat untuk membawa peningkatan berat ( thelen & fisher, 1982,1983 ).
Faktanya, saat bayi dipegang diair hangat, yang membantu menyangga kaki mereka,
langkah itu muncul kembali. Kemampuan mereka untuk memproduksi gerakan tidak pernah berubah - hanya kondisi fisik dan lingkungan yang
menghalangi atau mendorongnya.
Menurut Thelen, kematangan saja
tidak menjelaskan pengamatan tersebut. Bayi dan lingkungan membentuk sistem
yang saling berhubungan dan perkembangan memiliki penyebab yang saling
berinteraksi . satu adalah motivasi bayi untuk berbuat sesuatu ( misalnya mengambil
mainan atau menuju posisi lain dari ruangan ). Karakteristik fisik dari bayi
dan posisinya di setting tertentu ( misalnya terbaring di buaian atau dipegang
berdiri di kolam renang ) memberikan kesempatan dan hambatan yang mempengaruhi
apakah dan bagaimana bayi dapat mencapai tujuan. Pada akhirnya, solusi muncul
saat bayi mencoba berbagai prilaku dan mengingat mana yang paling efisien untuk
menyelesaikan tugas tersebut. Otak yang sedang dalam proses menuju kematangan
tidak sepenuhnya bertanggung jawab dalam proses ini, melainkan hanya sebagai
kontributor.
Menurut Thelen, bayi normal
mengembangkan keterampilan yang sama dengan urutan yang sama karena mereka
memang dibangun dengan cara sama dan
memiliki tantangan dan kebutuhan fisik yang sama. Oleh karena itu, mereka pada
akhirnya menemukan bahwa berjalan lebih efisien di bandingkan merangkak dalam kebanyakan situasi.
Hipotesis Thelen – bahwa penemuan ini muncul dari setiap pengalaman bayi dalam
konteks tertentu-dapat membatu mmenjelaskan mengapa beberapa bayi belajar untuk
berjaan lebih dulu dibandingkan dengan bayi lain.[3]
PENGERTIAN BERMAIN
Irawati berpendapat bahwa bermain
adalah kebutuhan semua anak, terlebih lagi bagi anak-anak yang berada direntang
usia 3-6 tahun. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi,
member kesenangan, dan mengembangkan imajinasi anak spontan dan tanpa beban.
Pada saat kegiatan bermain berlangsung hamper semua aspek perkembangan anak
dapat terstimulasi dan berkembang dengan baik termasuk didalamnya perkembangan
kretivitas. Pernyataan ini sejalan dengan Catron dan Allen (1999:21) yang
mengemukakan bahwa bermain dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap
semua area perkembangan. Anak-anak dapat mengambil kesempatan untuk belajar
tentang dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Selain itu, kegiatan
bermain juga memberikan kebebasan pada anak untuk berimajinasi, bereksplorasi,
dan menciptakan suatu bentuk kreativitas. Anak-anak memiliki motivasi dari
dalam dirinya untuk bermain, memadukan sesuatu yang baru dengan apa yang tekah
diketahui.[4]
PENGERTIAN KREATIVITAS
Kreativitas merupakan suatu proses
mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun produk baru
yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi,
diskontinuitas, dan diverensasi yang berdaya guna dalam berbagai bidang untuk
memecahkan suatu masalah.
Adapun proses kretif hanya akan
terjadi jika dibangkitkan melalui masalah yang memacu pada lima macam perilaku
kreatif, sebagaimana yang dipaparkan oleh Parnes (dalam Nursito : 2000) sebagai
berikut :
a) Fluency
(kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide yang serupa untuk memecahkan
suatu masalah.
b) Flexibility
(keluwesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna
memecahkan suatu masalah diluar kategori yang biasa.
c) Originality
(keaslian), yaitu kemampuan memberikan respons yang unik atau luar biasa.
d) Elaboration
(keterperincian), yaitu kemampuan menyatakan pengarahan ide secara terperinci
untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan.
e) Sensivity
(kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan
terhadap suatu situasi.[5]
A.
PENGERTIAN
PERMAINAN KREATIF
Istilah “permainan kreatif” sebenarnya tidak
mengacu pada tipe permainan, tetapi pada pendekatan pembelajaran yang
digunakan. Pendekatan permainan kreatif digunakan sebagai dasar untuk merancang
sebuah kurikulum yang disebut dengan “model
kurikulum permainan kreatif”. Model ini awalnya dikembangkan di Universitas
Tennessee, Knoxville pada tahun 1985. Secara teoritis model ini berpijak pada
teori perkembangan Jean piaget, model pembelajaran konstruktif dan praktis
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan (developmentally appropriate practice) anak usia dini yang
dikeluarkan oleh NAEYC.
Kurikulum yang berbasis pada
permainan dan menekankan pada pentingnya perkembangan kreativitas anak dan
peranan permainan untuk membantu perkembangan anak yang meliputi 6 aspek yang
saling berhubungan, yaitu kepribadian, emosi, kognisi, komunikasi, sosialisasi,
dan keterampilan gerak motorik.
Model kurikulum permainan keratif
merupakan model yang fleksibel, terbuka, dan mudah digunakan oleh guru baik
sejak usia bayi sampai usia anak TK atau untuk berbagai tipe komunitas anak.
Model ini memusatkan perhatian pada pengoptimalan perkembangan anak melalui
kegiatan yang terintegrasi, interaksi dengan lingkunga, dan pendekatan
permainan kreatif bagi anak untuk mempelajari lingkungannya.
Menurut Komite Kebijakan Laboratorium
Perkembangan Anak (1985), seperti yang dikutip Catron dan Allen, pengoptimalan
perkembangan anak yang ingin dicapai melalui permainan kreatif ini secara
terperinci meliputi :
1. Nilai
diri dan kepercayaan diri,
2. Kepercayaan,
tanggung jawab dan kepedulian terhadap sesama,
3. Hubungan
interpersonal dan keterampilan berkomunikasi yang efektif,
4. Kemampuan
untuk bersikap/berpikir secara mandiri dan mengembangkan kontrol diri,
5. Keterampilan
untuk mengemukakan gagasan dan perasaannya,
6. Pemahaman
dan pengelolaan informasi tentang lingkungan fisik dan sosialnya,
7. Pemerolehan
dan penggunaan keterampilan untuk memecahkan masalah,
8. Rasa
ingin tahu tentang dunia sekitarnya dan rasa nyaman dalam belajar dan bereksplorasi.
Jadi pendekatan permainan kreatif ini akan
mengasah kemampuan anak terutama dalam menumbuhkan optimisme dan aktualisasi
diri anak. Pendekatan ini juga akan mengasah anak untuk menciptakan gagasan
dalam lingkungan yang sportif dan menjelajahi dinamika kretivitas dalam
lingkungan yang aman dan menyenangkan baginya.
Pendekatan permainan kreatif juga
berhubungan erat dengan potensi kretif yang dimiliki tiap anak. Menurut Tegano
(1991), seperti yang dikutip oleh Catron dan Allen dalam bukunya Early Curriculum, A Creative Play Model,
potensi kreatif anak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu karakteristik kognitif
dan kepribadian.
Karakteristik kognitif yang
mencerminkan kreativitas tersebut meliputi :
1. Fantasi,
yang biasanya dikembangkan saat anak bermain sosiodrama atau bermain pura-pura,
2. Berpikir
divergen, yaitu dengan munculnya beragam tanggapan, pertanyaan dan gagasan
anak,
3. Rasa
ingin tahu, yang meliputi bertanya, menyelidiki dan menguji coba sesuatu,
4.
Berpikir metaforik, yaitu
mampu menghasilkan atau mengolah sesuatu menjadi suatu hal yang baru.
Sedangkan karakteristik kepribadian yang
mencerminkan kretivitas meliputi :
1. Karakter
kreatif, yaitu mudah menyesuaikan diri, daya tahan tinggi, keterlibatan yang
tinggi dalam kegiatan dan tidak mudah putus asa,
2. Tidak
terikat dengan kelaziman/konversi yang berlaku, dimana anak berorientasi pada
sesuatu yang asli, baru, dan luwes,
3. Berani
mengambil risiko, yaitu kemauan untuk menerima tantangan atau mengambil resiko
kesalahan,
4.
Motivasi tinggi, sebagai
pendorong dan kontrol diri internal.[6]
B.
BERMAIN PERMAINAN KREATIF BAGI PENGEMBANGAN
FISIK MOROTIK
Permainan kretif akan membantu
berbagai aspek perkembangan anak. Salah satunya adalah perkembangan fisik motorik anak. Permainan kretif
akan mendorong kebutuhan anak untuk secara aktif berinteraksi dan terlibat
dengan lingkungan fisiknya. Sejak bayi, anak mulai mempelajari dunia sekitarnya
mulalui sensori motornya. Kegiatan ini akan terus berkembang seiring dengan
kematangan dan keterampilan dari berbagai fungsi tubuhnya.
Lingkungan bermain yang tebuka dan
menantang motorik anak akan memacu perkembangan dari gerakan lokomotor (yaitu
gerakan anak untuk berpindah dari satu tempat ketempat lain) nonlokomotor anak
(yaitu gerakan dilingkungannya tanpa berpindah-pindah). Kegiatan bermain
manipulative dengan berbagai alat permainan yang makin rumit juga akan
mengembangkan motorik halus anak, terutama dalam koordinasi mata-tangan atau
mata-kaki.
Melalui permainan kreatif, anak
berkesempatan untuk memperkaya gerakan-gerakannya. Berbagai gerakan dengan
sensori mortor, tangan, kaki, kepala atau bagian tubuhnya yang lain melibatkan
baik otot besar maupun otot kecil anak sehingga memungkinkan anak untuk secara
penuh mengambangkan kemampuan fisik-motoriknya.
Singkatnya, permainan kreatif akan
mendukung perkembangan fisik motorik anak dalam beberapa aspek, sebagai berikut
:
1. Koordinasi
mata dengan tangan atau mata dengan kaki, meliputi kegiatan menggambar,
menulis, memanipulasi atau memainkan objek, latihan ingatan visual, melempar,
menangkap, menendang, dll.
2. Keterampilan
gerakan lokomotor, meliputi berjalan, melompat, meloncat, berlari, berguling, merayap
dan merangkak.
3. Keterampilan
gerakan nonlokomotor, meliputi duduk, berdiri, melambaikan tangan, hadap
kanan-kiri, merentangkan tangan, membungkuk, jongkok, dll.
4. Pengelolaan
dan pengendalian tubuh, meliputi pemahaman akan fungsi tubuhnya, pemahaman
tentang jarak, irama, keseimbngan, kemampuan untuk melalui atau mengakhiri
gerakan dan melaksanakan perintah. Kegiatan yang dapat dilkukan, misalnya berjalan
diatas papan titian, mengikuti jejak, senam irama, mengukur jarak dengan
melangkah atau melompat, lomba lari.[7]
C.
JENIS DAN KLASIFIKASI BERMAIN KREATIF
Dalam mengembangkan program
kegiatan bermain, hal paling penting yang tidak dapat diabaikan adalah memilih
aktivitas yang dapat mempertinggi pertumbuhan anak dalam seluruh aspek perkembangannya
melalui kegiatan bermain bebas, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Cosby dan sawyer (1995:85) menyatakan
bahwa permainan secara langsung mempengaruhi seluruh area perkembangan anak dengan
memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tentang dirinya, orang lain, dan
lingkungannya. Permainan memberikan anak-anak kebebasan untuk berimajinasi,
menggali potensi diri/bakat dan untuk berkreativitas. Motivasi bermain pada
anak muncul dari dalam diri mereka sendiri, mereka bermain untuk menikmati
aktivitas mereka, untuk merasakan bahwa mereka mampu, dan untuk menyempurnakan
apa saja yang telah ia dapat, baik yang telah mereka ketahui sebelumnya ataupun
hal-hal yang baru.
Adapun jenis permainan yang dapat
dikembangkan di dalam program kegiatan bermain anak usia dini dapat digolongkan
ke dalam berbagai jenis permainan seperti dikemukakan oleh Jefree, Mc.Conkey,
dan Hewson (1984:15-21) ialah permainan eksploratif (exploratory play),
permainan dinamis (energenic play), permainan dengan keterampilan (skillful
play), permainan sosial (social play), permainan imajinatif (imaginative play)
dan permainan teka-teki (puzzle-out play). Keenam penggolongan tersebut pada
dasarnya saling terintegrasi satu dengan lainnya sehingga dalam penerapannya
mungkin saja salah satu permainan dapat mengembangkan jenis permainan yang
lainnya. Justru keterpaduan diantaranya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi
anak saat melakukan permainan tersebut.
Selain permainan diatas, untuk lebih
memfokuskan pada permainan kreatif yang dikembangkan maka merujuk pada paparan
Lopes dalam tulisannya yang berjudul “Creative Play Helps Children Grow”,
menyatakan bahwa permainan kretif dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kreasi
terhadap objek (object creation) berupa kegiatan bermain dimana anak melakukan
kreasi tertentu terhadap suatu objek.
b. Cerita
bersambung (continuing story) berupa kegiatan bermain dimana guru melalui awal
sebuah cerita dan setiap anak menambahkan cerita selanjutnya bagian perbagian seperti
cerita dengan menggunakan buku besar.
c. Permainan
drama kreatif (creatuve dramatic play) berupa permainan dimana anak dapat
mengekspresikan diri melalui peniruan terhadap tingakah laku orang, hal ini
dapat membuat mereka memahami dan menghadapi dunia seperti bermain dokter-dokteran.
d. Gerakan
kreatif (creative movement) berupa kegiatan bermain yang lebih menggunakan
otot-otot besar seperti permainan aku seorang pemimpin dimana seorang anak
melakukan gerakan tertentu dan anak lain mengikutinya/berpantomim atau kegiatan
membangun dengan pasir, lumpur, dan atau tanah liat.
e. Pertanyaan
kretif (creative questioning) yang berhubungan dengan pertanyaan terbuka,
menjawab pertanyaan dengan sentuhan panca indra, pertanyaan tentang perubahan,
pertanyaan yang membutuhkan beragam jawaban, dan pertanyaan yang berhubungan
dengan suatu proses atau kejadian.
Sementara itu, Britton (1992:22-23) yang
mengkaji kembali teori yang dikemukakan oleh Mentessori mengungkapkan bahwa
dalam pengembangan kurikulum bagi anak usia dini diperlukan pengembangan
beberapa area, yaitu yang berhubungan dengan keterampilan hidup (practical
life), pelatihan sensorik (sensorial training), bahasa (language), matematika
(mathematic), dan pelatihan budaya 9cultural training). Pelaksanaan keempat
area tersebut sangat bergantung pada periode sensitive dan ketertarikan yang
dialami oleh masing-masing anak.
Apabila merujuk pembagian material ppermainan
bagi anak usia dini menurut Bronson (1995:1-14) dibagi menjadi empat
pengelompokkan, yaitu, alat bermain permainan sosial dan fantasi (social and
fantasi play materials), alat permainan eksplorasi dan keterampilan (exploration
and masrety play materials), alat permainan gerak, music dan seni (music, art
and movement materials), serta alat permainan motorik kasar (gross motor play
materials).
Klasifikasi kegiatan bermain kreatif yang
diterapkan berikut ini merupakan gabungan dari pendapat diatas, yaitu:
a. Kreasi
terhadap objek (object creation) yang dapat diidentikkan dengan permainan
keterampilan (skillful play).
b. Permainan
dalam cerita bersambung (continueing stori) yang dapat diidentikkan dengan
permainan sosial (social play).
c. Bermain
drama kreatif (creative dramatic play). Yang dapat diidentikan dengan permainan
sosial dan imajinatif (social and imajinatif play), permainan gerak kreatif
(creative movement) yang dapat diidentikan dengan permainan eksploratif dan
energik (exploratory and energetic play), serta
d. Permainan melalui pertaanyaan kreatif
(creative questioning) yang dapat diidentikan dengan permainan teka-teki
(puzzle it-out play).[8]
D.
PERANAN GURU DALAM PERMAINAN KREATIF
Bermain merupakan sarana bagi anak
untuk mengungkapkan kreativitasnya. Melalui bermain anak-anak dapat
menganalisis berbagai situasi atau benda dan mencoba menemukan cara baru untuk
menatanya kembali. Misalnya saat bermain bongkar pasang dengan balok-balok,
anak bisa membuat bentuk mercusuar, kemudian dibongkar lagi membuat sebuah
terowongan bawah tanah, dibongkar lagi lalu membuat gedung perkantoran, dan
seterusnya. Anak juga dapat menemukan fungsi baru yang berbeda dari suatu benda
yang tidak biasanya, misalnya kursi dibalikkan untuk dijadikan kuda-kudaan.
Anak juga dapat menjalin hubungan baru dengan teman-temannya yang sermula tidak
dia kenal. Bermain juga merupakan sarana bagi anak untuk berpantasi dan
berimajinasi yang akan membantunya menemukan gagasan baru, misalnya seandainya
aku bisa terbang, apa yang akan ku lakukan ? seandainya aku bisa berbicara
dengan semut, apa saja yang akan diceritakan semut itu pada ku.?.
Setiap anak dapat menjadi kreatif.
Mereka mempunyai motivasi yang kuat untuk menunjukkan gagasan-gagasan barunya
atau hasil ciptaannya. Maka,saat anak-anak bermain bebas guru semestinya dapat
menumbuhkan kepercayaan atau kemauan anak agar berani berekspresi atau
menjelaskan gagasan barunya pada teman atau gurunya.
Kreativitas merupakan kunci untuk
meredam berbagai konflik yang terjadi pada anak. Dalam pola kehidupan
masyarakat modern sekarang ini yang cenderung individualis, perlu dikembangkan
cara-cara baru dalam meredam konflik pada anak yang semakin beragam. Melalui
bermain dengan teman sebaya, anak dapat menemukan cara baru yang efektif untuk
mulai berkomunikasi., jauh lebih mudah dari pada meminta anak untuk
berkomunikasi secara verbal dalam suasana yang formal. Guru perlu memberikan
rangsangan pada anak dengan berbagai pertanyaan dan penjajagan berbagai upaya
agar anak terbiasa menggunakan pemikiran kreatif dan kebebasan berekspresi.
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guru, misalnya, bagaimana kita dapat
membuat mobil-mobilan dari kardus aqua ini dengan lebih baik? Adakah manfaat
lain dari kaleng bekas susu ini selain untuk tempat bunga? Apa yang akan kamu
buat sebagai hadiah hari ulang tahun ibumu?.
Guru memegang peranan penting dalam
proses kretif saat anak-anak bermain. Guru diharapkan mempunyai kepekaan yang
tinggi untuk tidak membuat anak-anak ‘ngambek’ di tengh-tengah proses kreatif
mereka. Kadang anak-anak terlalu sering diarahkan dan diatur tentang apa yang
harus mereka lakukan sehingga membuat mereka putus asa untuk mencoba sesuatu
dengan caranya sendiri yang unik. Guru semestinya paham kapan saatnya
membiarkan pembelajaran kreativitas tetap berjalan dan bagaimana menjaga supaya
pemikiran dan gagasan anak tetap lancar mengalir.
Beberapa kiat yang dapat digunakan
guru untuk memotivasi proses kreatif pada anak-anak.
1. Guru
perlu menanggapi dan menghargai setiap pertanyaan anak meskipun pertanyaan
tersebut aneh, unik, atau tidak lazim.
2. Guru
perlu mengembangkan kesempatan bagi anak untuk melakukan berbagai kegiatan
dengan inisiatif sendiri.
3. Anak-anak
perlu tahu bahwa gagasan-gagasan mereka menarik dan bernilai.
4. Guru
perlu belajar untuk tidak terkaget-kaget dengan solusi atau gagasan yang tidak
lazim yang dikemukakan anak.
5. Anak-anak
mestinya dapat melakukan pemikiran kreatif dalam suasana yang ‘bebas hukum’.
6. Guru
perlu memahami betul bahwa proses kreatif yang ada dalam pikiran anak lebih
penting dari pada kegiatan yang harus dilakukan anak.
7. Setiap
anak memiliki kapasitas untuk menjadi kreatif dan guru bertanggung jawab untuk
memfasilitasi perkembangan kreativitas anak, terutama kreativitas individual
yang mungkin tampak unik dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
8. Pengarahan
dari guru akan memotivasi anak untuk meninjau ulang gagasannya.
9. Guru
selayaknya menghindari penilaian yang terlalu dini terhadap gagasan baru dari
anak.
10. Kuantitas
kreativitas yang terus-menerus lambat laun akan menghasilkan kualitas.[9]
E.
TUJUAN BERMAIN KREATIF
Pada dasarnya bermain
kreatif ini memiliki tujuan utama, yakni pemeliharaan perkembangan atau
pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif,
interaktif, dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari
bermain kreatif adalah perkembangan kretivitas dari anak-anak, semua anak usia
dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual
dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak yang lainnya (Catron dan Allen,
1999:163).
Menurut Piaget bermain kreatif
terjadi pada tahap praoprasional yang berlangsung pada usia antara 2-7 tahun.
Pada usia ini anak memiliki gambaran jiwa dan mampu mengakui dirinya serta
dapat menggunakan simbol, contoh dari penggunaan symbol tersebut adalah bermain
kreatif . melalui kegiatan memanipulasi simbol seorang anak akan berpikir
dasar. Selain itu, Piaget juga mengemukakan bahwa bermain kreatif dapat
dilakukan dengan bermain kata, menggambar, dan menulis kata.
Elkonis salah seorang murid dari
Vygotsky mengambarkan empat prinsip bermain kreatif, yaitu :
1. Dalam
nermain anak mengembangkan system untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam
rangka mencapai tujuan yang lebih kompleks,
2. Kemampuan
untuk menempatkan perspektif orang lain melalui aturan-aturan dan
menegosiasikan aturan bermain,
3. Anak
menggunakan replika untuk menggantikan objek nyata, lalu mereka menggunakan
objek baru yang berbeda. Kemampuan menggunakan simbol termasuk didalam
perkembangan berpikir abstrak dan imajinasi,
4. Kehati-hatian
dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu mengikuti aturan permainan yang
telah ditentukan bersama teman-temannya.
Untuk mendukung keempat hal tersebut, seorang
anak dapat melakukan kegiatan bermain yang situasinya merupakan khayalan anak
tersebut atau yang biasa disebut dengan bermain sosiodrama, bermain pura-pura
atau bermain drama.
Bermain kreatif adalah saat seorang anak
secara langsung melibatkan dirinya dalam sebuah kegiatan atau permainan yang
mengharuskan mereka untuk berpikir dalam cara yang tidak mempertimbangkan norma
serta memusatkan diri pada sesuatu dalam permainan itu dan berkata “lihat aku
dapat membuatnya ….”. adapun cara-cara
untuk memperkuat kreativitas pada anak adalah melonggarkan kontrol,
menjaga kelangsungan, memberi toleransi terhadap ketidaktahuan, membuat
lingkungan yang kreatif, merencanakan dan memecahkan masalah , serta menawarkan
bukan menekan.[10]
F.
KURIKULUM BERMAIN KREATIF DALAM PENGEMBANGAN
FISIK MOTORIK
Berdasarkan pendapat Dogde
dan Colker (2000:5-10), filosofi kurikulum bermain kreatif didasarkan pada 4
pertanyaan, yaitu bagaimana anak membangun kemampuan social dan emosional,
bagaimana anak belajar untuk berpikir, bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik,
serta bagaimana anak berkembang melalui budaya. Berikut uraiannya :
a. Anak
membangun kemampuan sosial dan emosional
Berdasarkan
pendapat Erikson dalam Dogle dan Colker (2000:5-10) dan sejalan dengan pendapat
Dworetzky (1996:339) yakni bahwa perkembangan sosial-emosional yang penting
untuk dikembangkan dan harus dipelajari oleh anak adalah rasa percaya,
kemandirian dan inisiatif.
Pada
rentang usia dini terdapat tiga dari delapan tahapan yang harus dipelajari,
yaitu (1) rasa percaya terhadap lingkungan luar dari anak (to trusts others
their families), (2) kemandirian dan pengendalian diri (to gain independence
and self control), dan (3) mengambil inisiatif serta belajar berprilaku yang
dapat diterima oleh kelompok sosial (to take initiative and assert themselvesin
social acceptable ways).
b. Anak
belajar untuk berpikir
Piaget dalam Santrock (2002:308)berpendapat
bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses
penyatuan informasi baru kestruktur kognitif yang sudah ada dalam benak anak.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru.
Equilibrasiadalah penyesuaian antara asimilasi dan akomodasi.
c. Anak
mengembangkan kemampuan fisik
Kurikulum bermain kreatif
pada anak usia dini haruslah dapat mengembangkan kemampuan motorik, baik itu
motorik halus (fine motor) ataupu motorik kasar (gross motor). Motorik halus
adalah aktivitas gerak yang melibatkan otot kecil, seperti meremas,
menggenggam, memegang, sampai akhirnya anak mampu mencoret, menggembar,
melukis, dan menulis. Sedangkan motorik kasar adah aktivitas gerak tubuh yang
melibatkan otot-otot besar seperti merayap, berguling, merangkak, duduk,
berdiri, berjalan, lari, lompat, dan berbagai aktivitas menendang serta
aktivitas menendang serta aktivitas melempar dan menangkap.
d. Anak
berkembang dipengaruhi budayanya
Kurikulum bermain kreatif pada anak usia dini
haruslah disesuaikan dengan lingkungan dan budaya dimana anak itu berasal
sehingga ketika proses pembelajaran terjadi anak tidak merasa asing dengan
materi yang diajarkan oleh gurunya. Selain itu, kemampuan untuk mengembangkan
potensi yang pada anak juga sangat tergantung pada interaksi sosial anak dengan
lingkungan sekitarnya. Artinya apa yang dibelajarkan guru sesuai dengan situasi
dan kondisi serta kebutuhan anak sehingga dapat segera diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bermain mempengaruhi pikiran, mental, kematangan
emosional, dan perkembangan jiwa anak-anak. Bermain menyediakan kesempatan
untuk melahirkan ide-ide dan memperluas kemungkinan untuk melahirkan ide-ide
baru yang kemudian diuji cobakan dalam suasana yang tidak kondusif untuk
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.[11]
Pada pembelajaran di TK, permainan kreatif
untuk mengembangkan fisik-motorik anak dapat dilakukan setidaknya melalui 3
jenis kegiatan bermain, yaitu latihan (practice play), bermain simbolik
(symbolic play), dan perlombaan dengan aturan (games with ruler).
1. LATIHAN
Jenis permainan ini banyak
digunakan untuk bayi atau anak dibawah usia tiga tahun. Namun kegiatan ini juga
tetap dapat dilakukan anak TK dengan memperhatikan tingkat kesulitannya. Bentuk
kegiatan latihan ini sangat bervariasi dan dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan sehingga anak-anak selalu tertarik untuk mencoba dan mencobanya
lagi. Kegiatan yang dapat dilakukan, misalnya mengajak anak belajar berjalan,
merangkak, menyediakan berbagai benda disekitar anak dengan warna dan bentuk
bervariasi untuk diselidiki dengan sensori motornya, mengajak anak memanjat,
berlari atau menari. Permainan dengan puzzle
dan rancang bangun balok secara sederhana juga dapat diberikan pada anak usia
ini, sebagai persiapan untuk membantunya menuju ketahap permainan berikutnya,
yaitu bermain simbolik.
2. PERMAINAN
SIMBOLIK
Permainan simbolik banyak
dilakukan saat anak berusia 2-7 tahun, yang terbagi dalam 2 tahap, yaitu
bermain pura-pura untuk anak usia 2-4 tahun dan bermain drama untuk anak usia
4-7 tahun.
Barmain drama untuk anak TK
bisa berlangsung sangat singkat, bisa juga berlangsung lama atau berulang kali
bila anak sangat tertarik. Drama merupakan salah satu proses belajar yng paling
intim dan personal. Bukan drama formal dengan para pemain yang sibuk
menghafalkan teks skenario, memerlukan beberapa kali latihan untuk bisa tampil
maksimal dipanggung atau dilengkapi dengan kostum, tata panggung atau rias
wajah. Pengertian drama seperti itu jauh dari drama yang diinginkan di TK.
Bermain drama akan
memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi peran dan kemampuannya
tanpa takut akan kegagalan. Anak-anak dapat memerankan berbagai tokoh dalam
cerita yang disukainya dengan menggunakan berbagai media, seperti boneka,
kostum, topeng, sekaligus memperlancar keterampilan berkomunikasi verbalnya dan
penggunaan fungsi motoriknya yang lain. Permainan drama ini, sangat bermanfaat
untuk mengembangkan pengandalian gerakan tubuh. Misalnya, bagaimana selayaknya
bergerak dan berbicara saat pura-pura jatuh tersandung batu atau saat menjemur
pakaian atau saat panik menghindari tsunami, dll. Melalui berbagai skenario
peran yang ia jalani, anak mempunyai kesempatan untuk bereksplorasi dengan
tubuh, jiwa dan emosinya. Jadi, secara fisik anak akan semakin terampil dalam
menggunakan berbagai fungsi tubuhnya.
Melalui permainan drama ini
anak juga akan meningkat rasa percaya diri terhadap kemampuan fisiknya dan
berkesempatan untuk mengekspresikan kreativitasnya. Berbagai berakan tubuh yang
dilakukan saat bermain lambat laun akan meningkat sehingga anak mampu
menghasilkan gerakan tubuh yang indah dan benar. Misalnya, dari gerakan
menirukan kupu-kupu, lalu anak mampu menari kupu-kupu dengan gerakan yang
indah. Tentu ini akan meningkatkan rasa percaya diri anak. Dengan bekal
kepercayaan diri tersebut anak semakin terdorong untuk berkreasi dengan
gerakan-gerakan lain yang belum ia kuasai. Ia mempelajarinya, lalu menguasai
gerakan baru tersebut sehingga kepercayaan dirinya makin bertambah begitulah
seterusnya. Guru yang pandai menyemangati dan memberikan rasa aman pada anak
akan membuat anak terlibat dengan gerakan motorik yang lebih intens saat
bermain.
Ada beberapa bentuk
permainan drama :
1. Stori
play (bermain cerita) :
Melalui
cerita, anak dapat bermain dengan berbicara atau melakukan gerakan sesuai
kata-kata yang ada dalam cerita.
2. Role-situation
play ( bermain situasi-peran) :
Berbagai
pengalaman sehari-hari dapat diangkat dalam jenis permainan ini. Anak-anak
dapat berdiskusi dengan guru untuk merancang skenario cerita yang akan
digunakan untuk bermain. Skenario cerita untuk bermain situasi peran ini sangat
memerlukan imajinasi dari perancangnya supaya gerakan yang dilakukan anak-anak
dapat bervariasi, menyenangkan dan tidak membahayakan.
Bermain
drama situasi-peran dapat dilakukan dengan cara mimetic atau permainan meniru kegiatan-kegiatan yang sudah dikenal
tanpa peralatan apa pun. Mimetic ini menumbuhkan imajinasi anak-anak untuk
dapat melakukannya. Misal, menangkap kupu-kupu, memotong kayu, memanjat
dingding, dll.
3. Creative
rhythms-dramatic play (bermain drama dengan irama kreatif) :
Jenis
permainan ini melibatkan gerakan motorik yang cukup sulit bagi anak karena
selain bergerak anak juga harus mempunyai pendengaran yang tajam agar
gerakannya sesuai dengan irama yang dimainkan. Irama kretif dalam permainan ini
dapat dipilih dari yang termudah, yaitu irama bebas (free rhythms), irama
teridentifikasi (identification rhythms) atau drama berirama (dramatic
rhythms).
Saat
bermain dengan irama bebas, tiap anak awalnya diperbolehkan untuk menanggapi
gerakan sesuai keinginannya saat dia mendengarkan irama yang dimainkan. Jika
ada anak yang tidak bergerak meskipun irama sudah dimainkan maka guru perlu
memberinya motivasi agar anak tersebut mau mengembangkan kemampuan motoriknya.
Kadang-kadang, perintah singkat untuk gerakan tertentu diperlukan untuk
mengenalkan berbagai kosep gerakan atau mimik muka, seperti posisi, waktu,
daya, tubuh, dan ekspresi wajah. Namun demikian, interprestasi dalam berbagai
perintah gerakan tersebut tetap dapat dilakukan oleh anak.
Beberapa
konsep yang dapat dikombinasikan dalam irama bebas sebagai berikut :
a. Konsep
posisi, yaitu tinggi rendah, besar kecil, dan lain lain. Perintah yang dapat
dilakukan, misalnya maju kedepan, mundur kebelakang, berjalan lurus, berbelok,
jalan zigzag, loncat keatas, kepala tunduk kebawah, jongkok berdiri.
b. Konsep
waktu, yaitu cepat lambat, lama, singkat, dipercepat, diperlambat, dan
lain-lain. Misalnya anak diminta berjalan dengan tempo lambat, makin lama makin
cepat sehingga akhirnya, seperti berlari ditempat.
c. Konsep
daya, yaitu diam-bergerak, berpindah-berhenti, banyak-sedikit, berat-ringan,
kuat-lemah, bertambah-berkurang, gerakan kuat–gerakan lembut, dll. Misalnya,
gerakan kedua tangan diangkat keatas didepan wajah, seperti orang sedang berdoa, lalu bersama-sama tangan
diturunkan sampai keposisi di samping tubuh.
Gerakan ini dapat terus diperkuat tekanannya sampai seolah-olah sedang menimba
air yang berat atau dengan gerakan lomba lari patung, yaitu meminta anak-anak
untuk berlari dengan arah bebas, namun harus langsung berhenti saat guru
memberi aba-aba ‘stop’,dan mulai berlari lagi saat ada aba-aba lari, begitu
seterusnya.
d. Konsep
komposisi tubuh, yaitu sendirian,
berpasangan, misalnya bersilangan, dll. Gerakan ini merupakan bekal
untuk gerakan menari.
e. Konsep
ekspresi wajah, yaitu marah, sedih,
kecewa, takut, berharap, malas, lemas,
serius, lelah, gembira, dll.
f. Jenis
permainan drama dengan irama kreatif yang kedua adalah irama identifikasi,
yaitu menirukan gerakan atau menggunakannya untuk bergerak dari binatang,
tanaman, kejadian, benda atau orang yang sudah diketahui anak diikuti dengan
irama atau lagu tertentu. Disekeliling kita banyak sekali gerakan yang bisa
dijadikan sebagai sumber inspirasi, misalnya berbagai jenis binatang yang hidup
di darat, laut, atau udara, berbagai profesi pekerjaan, berbagai alat permainan
anak, berbagai permainan tradisional, alat transportasi, berbagai macam
pertunjukan di sirkus.
g.
Jenis gerakan berirama yang
ketiga dan yang paling sulit adalah drama berirama, yang biasanya lebih dikenal
dengan sebutan operet. Dalam geraka ini sudah ada alur cerita tertentu yang
disiapkan, tetapi semua alur tersebut dilakukan melalui serangkaian gerakan
berirama yang kadang-kadang diselingi nyanyian, bukan kata-kata ucapan biasa.
Dalam operet ini guru perlu menjelaskan alur cerita yang diinginkan dan
mempersilahkan anak untuk terlebih dulu mencoba menginterprestasikan gerakan
yang sesuai. Jadi, diusahakan gerakan muncul dari anak, bukan contoh dari guru. Jika anak merasa kesulitan
menginterprestasikan gerakan tertentu, baru guru membantunya. Guru juga perlu
memberikan masukan agar gerakan anak selaras dengan musik/lagu yang dimainkan.
3. PERLOMBAAN
Jenis permainan pelombaan
biasanya dilakukan saat anak berusia 7-12 tahun, namun juga dapat dilakukan
untuk anak usia TK. Jika perlombaan akan diterapkan untuk anak TK maka ada
rambu-rambu yang harus diperhatikan, yaitu berikut ini:
a. Mengenalkan
perlombaan dengan penerapan aturan secara bertahap dan membebaskan pada anak
untuk terlibat atau tidak terlibat dalam lomba. Jadi, guru tidak mengharuskan
setiap anak ikut lomba.
b. Memilih
jenis perlombaan yang gembira, aturannya luwes dan memperbolehkan anak untuk
memodifikasi aturan supaya mereka mau aktif terlibat dalam perlombaan.
c. Memilih
beragam perlombaan yang mengembangkan berbagai tingkatan perkembangan
keterampiln motorik dan lebih menekankan
pada tantangan dalam perlombaan
itu, bukan untuk mencari siapa yang yang
menang atau siapa yang kalah.
Berbagai perlombaan dalam
olah raga dapat dirancang oleh guru. Dalam hal ini guru perlu
mempertimbangkan 2 hal, pertama, Pengelolaan perlombaan yang sesuai
dengan perkembangan anak. Untuk anak usia TK
perlombaan berlari, menendang dan
menangkap sudah memenuhi kegiatan yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi mata dengan tangan atau mata dengan kaki. Kedua, tidak mementingkan aspek persaingan dalam perlombaan
tersebut, tetapi lebih mementingkan kerjasama/kooperatif. Persaingan biasanya
akan menimbulkan rasa frustasi bagi anak yang kalah atau kebanggaan yang
berlebihan sebagai seorang ‘bintang’ bagi yang menang. Sedangka perlombaan
kooperatif ( cooperative play ) akan
memungkinkan setiap anak menjadi pemain dengan cara bekerjasama, tanpa dibebani
kekhawatiran tentang nilai atau
menang-kalah. Bentuk perlombaan kooperatif ini, misalnya dengan lomba bermain
balok, bermain drama, menari atau senam secara berkelompok. Berbagai permainan
tradisional yang mengandung nilai persaingan pun dapat dimodifikasi untuk lebih
diarahkan pada permainan kooperatif yang menyenangkan.
Setelah kita mengetahui
jenis permainan kreatif yang dapat dilakukan untuk mengembagkan fisik-motorik
anak maka untuk merancang sebuah permainan yang sesuai perlu di perhatikan
petunjuk-petunjuk berikut ini:
a. Menyediakan
lingkungan yang memungkinkan anak untuk bebas mencoba dan menjelajahi berbagai
benda, kegiatan maupun peralatan.
b. Mengorganisasikan
lingkungan di dalam dan luar kelas untuk memberikan kesempatan pada anak
mengembangkan keterampilan motoriknya melalui permainan simbolis.
c. Membiarkan
anak untuk bergabung dalam perlombaan secara berkelompok saat perkembangan
mereka sudah siap, dari pada mengharuskan mereka untuk ikut dalam sebuah lomba
atau olah raga. Jika anak sudah tertarik untuk bergabung dalam sebuah grup
lomba, utamakan perlombaan yang mengasah kemampuan memecahkan masalah,
kreativitas, dan kerja sama dari pada perlombaan yang berpaku pada aturan atau
mengutamakan persaingan.
d. Mendorong
anak untuk menguji keterampilan
motoriknya dalam suasana yang membantu anak untuk mencapai keberhasilan sesuai
tingkat perkembangan keterampilan motoriknya.
e. Membantu
anak membangun kesan diri yang positif tentang perkembangan fisik motoriknya dengan
cara merencanakan kegiatan yang sesuai dengan tingkatan keterampilan dan
minatnya. Hendaknya guru tidak memberikan permainan yang terlalu mudah atau
terlalu sulit bagi anak. Permainan yang terlalu mudah akan membuat anak cepat
merasa bosan. Permainan yang terlalu sulit akan membuat anak merasa gagal
ketika tidak berhasil menguasainya dan ini akan mengikis kesan diri positif
pada dirinya.[12]
G.
BENTUK-BENTUK PERMAINAN KREATIF DALAM
PENGEMBANGAN FISIK MOTORIK DI TK
Mengembangkan
fisik motorik di TK melalui permainan kreatif memerlukan perencanaan yang
matang agar pelaksanaannya dapat sesuai dengan yang kita inginkan. Untuk
memulai rancangan permainan tersebut, terlebih dahulu kita perlu
mengidentifikasi aspek tujuan pengembangan fisik motorik yang di inginkan,
kemudian mencari jenis permainan yang sesuai. Setelah itu kita perlu pikirkan
alat atau perlengkapan apa saja yang di perlukan untuk permainan tersebut dan
kelompok mana yang kita harapkan dapat melakukan permainan itu, kelas A atau kelas B. Terakhir, kita perlu
menyusun langkah demi langkah cara melaksanakan permainan itu.
Berikut
ini kita dapat melihat beberapa contoh permainan kreatif sesuai dengan aspek
tujuan yang diinginkan:
1.
Permainan
kreatif untuk Gerakan Motorik Halus
a. Aku
dapat memakai baju sendiri ( jenis : latihan )
1 ) Tujuannya mengenalkan berbagai
keterampilan hidup mandiri khususnya memakai baju, melatih koordinasi mata dan tangan.
2
) Sasarannya anak TK kelas A ( 4-5 tahun
)
3 )
Sarananya baju ukuran sedang yang dapat dipakai semua anak.
4 )
Cara bermain :
a) Guru
memegang pakaian yang kancingnya telah dibuka sambil direntangkan anak-anak.
b) Anak
diminta maju ke depan kelas dan
membelakangi baju lalu memasukkan tangan kanan ke lengan baju, mulai dari memasukkan tangan kanan ke lengan
baju disusul tangan yang kiri ke lengan baju satunya.
c) Guru
juga dapat meletakkan baju di punggung anak, lalu anak diminta memasukkan
tangannya ke lengan baju di dekatnya.
d) Jika
anak sudah terampil, baju dapat dipegang anak sendiri dan guru hanya
mengarahkan. Anak yang sudah terampil juga dapat diminta untuk membantu
temannya yang belum terampil memakai baju.
e) Untuk
menghidupkan permainan, dapat diadakan perlombaan antar kelompok anak untuk
berlomba memakai baju dari seluruh
anggota kelompok. Jumlah anggota tiap kelompok harus sama, dan diberikan
batasan waktu untuk memakai baju, misalnya dengan aba-aba pluit oleh guru.
Pemenangnya adalah kelompok yang anggota-anggotanya paling rapi (misalnya,
kancing terpasang dengan benar dan paling banyak berhasil memakai baju).
b.
Topeng/boneka
dari piring kertas ( jenis : permainan konstruktif/seni )
1) Tujuannya
anak terampil dalam koordinasi mata-tangan dengan cara melipat, menggunting,
dan menempel.
2) Sarananya
piring kertas untuk kue, karet gelang,
kertas krep/origami berbagai warna, spidol, benang wol.
3) Sasarannya
anak TK kealas B
4) Cara
bermain
a) Guru
memberi contoh cara membuat topeng dari piring kertas utuh, anak-anak memperhatikan lalu mengikuti contoh dari
guru.
b) Cara
membuat topeng /boneka
(1)
Membuat bentuk mata 2 buah dan mulut dari kertas krep/origami warna-warni,
dengan cara menggambarnya terlebih dulu dengan spidol lalu digunting.
(2)
Piring kertas dihias dengan menempelkan mata dan mulut dari kertas krep/origami
warna-warni. Untuk bagian hidung sudah dibuatkan lubang segitiga oleh guru (
agar disaat anak memakai topeng tidak kesulitan bernafas ). Guru juga sudah
menyiapkan lubang kecil di tepi kiri dan kanan piring untuk memasang karet.
(3)
Beberapa helai benang wol dapat ditempel dibagian atas piring sebagai poni
rambut
(4)
Karet dipasangkan di lubang kiri dan kanan yang sudah di saipkan guru.
(5)
Topeng dapat dipakai anak-anak dengan memasang tiap karet tersebut ke dua
telinga. Karet gelang dapat diganti dengan menempel stik kayu kurang lebih 30
cm, untuk dipegang dengan tangan saat anak-anak ingin memakai topeng.
(6)
Guru dapat juga memberikan alternatif bentuk boneka dari piring kertas, dengan
cara melipat piring kertas menjadi 2 bagian seolah olah sebagai rahang atas. Setengah
lingkaran yang depan (dengan garis tengah lingkaran di bagian atas), lalu
dihiasi mata, hidung, mulut dari kertas origami. Boneka tersebut dapat
dimainkan dengan memeganginya diantara ibu jari dan telunjuk saat
bercakap-cakap.
(7)
Anak-anak dapat memilih membuat bentuk topeng atau boneka sesuai keinginan.
2.
Permainan
kreatif untuk Gerakan Lokomotor
a.
Berkunjung
ke kebun binatang ( jenis : drama-irama
teridentifikasi )
1) Tujuan
a) Mengenalkan anak dengan
berbagai gerakan binatang.
b) Melatih anak untuk menyesuaikan
gerakan dengan irama/nyanyian.
2) Sarananya tape recorder, kaset
3) Sasarannya anak TK kelas A
4) Cara Bermain
a) Anak-anak
berdiri membentuk lingkaran, guru berada di tengah-tengah lingkaran.Tempat
bermain bisa di dalam atau di luar kelas.
b) Guru
memainkan lagu ‘kebun binatang’ dari tape
recorder, sambil mencontohkan gerakan
yang diinginkan. Lagu kebun binatang sebagai berikut.
Mari kawan bermain dalam lingkaran
Melihat binatang yang ada di hutan
Binatang apakah itu binatang apakah itu
Klinci-klinci yang lucu
Beginilah jalannya, beginilah jalannya, beginilah
jalannya
Beginilah jalannya, beginilah jalannya, baginilah
jalannya
c) Anak-anak
menirukan gerakan guru. Pada baris kedua terakhir, anak-anak menghadap ke kanan
dan berjalan ke depan, tetapi tetap dalam lingkaran menirukan gerakan kelinci
melompat. Pada baris terakhir dari lagu anak-anak berbalik dan berjalan lagi
seperti tadi
d) Binatang
yang ada dalam nyanyian dapat diganti syairnya (baris ke-4). Misalnya, dengan gajah-gajah yang besar, kera-kera yang lincah, bebek-bebek yang lucu,
katak-katak yang lincah, dan lain-lain. Anak-anak bergerak
menirukan cara binatang
berjalan menyesuaikan syair yang diganti tersebut.
e) Jika anak
sudah dapat menghafal
lagu maka guru
dapat menggantikan taperecorder dengan nyanyian dari
anak-anak langsung diiringi musik, misalnya drum.
b. Ayo,
dorong terus (jenis:perlombaan)
1) Tujuannya
melatih gerakan lokomotor, yaitu merayap.
2) Sarananya
tusuk gigi dan kacang merah yang sama besarnya. Tempat bermain di dalam
ruangan, diusahakan berlantai ubin.
3) Sasarannya
anak TK kelas B
4) Cara
bermain
a) Anak-anak (kurang lebih 5-10) berdiri
di atas garis
start dengan jarak kurang lebih 1 meter antara satu anak dengan anak
lainnya.
b) Di
depan tiap anak dengan jarak sesuai kemampuan anak dibuat lingkaran-lingkaran
untuk tiap anak.
c) Tiap
anak mendapat sebuah tusuk gigi yang diletakkan di mulut yang baru untuk
mencegah penularan penyakit)
d) Kacang
merah diletakkan di lantai di depan setiap anak
e) Guru
memberi aba-aba, “Ayo, dorong!”,
lalu anak-anak cepat merebahkan
diri ke lantai dengan posisi tiarap menghadap kacang masing-masing, lalu dengan tusuk gigi di mulut mereka mulai mendorong
kacang menuju lingkaran-lingkaran di depannya.
f) Pemenangnya adalah anak yang paling cepat mendorong
kacangnya.
g) Secara
bergantian 5-10 anak yang lain maju untuk berlomba. Pemenang
dari masing-masing tahap lomba dapat
diminta untuk berlomba lagi.
3.
Permainan Kreatif
untuk Gerakan Nonlokomotor
a.
Sedang
apa sekarang? (jenis: latihan)
1) Tujuannya
melatih anak dengan berbagai gerakan
nonlokomotor,
2) Sarananya
tidak ada.
3) Sasarannya
Anak TK
kelas A
4) Cara
bermainnya
a) Anak-anak dibagi dalam 2 kelompok, misal kelompok A dan
B. Masing-masing kelompok berdiri berbanjar berhadapan.
b) Guru
memperkenalkan lagu ‘Sedang Apa Sekarang?’, yaitu
Sedang apa, sedang apa, sedang apa sekarang?
Sekarang sedang duduk,
sedang duduk sekarang
c) Lagu
tersebut dinyanyikan oleh kelompok A. Begitu
terdengar kata ‘duduk’ maka
kelompok B harus segera duduk semua. Jika sampai akhir lagu ada anak dari kelompok B yang
belum juga ‘duduk’ maka anak
tersebut harus dikelurkan dari kelompok.
d) Setelah
itu, giliran kelompok B yang bernyanyi, dengn terlebih dulu dipersilhkan
berdiskusi sejenak untuk mengganti kata ‘duduk’ atau ‘sedang duduk’ dapat
diganti dengan gerakan lain, misalnya berdiri,
berputar, geleng kepala, tutup mata, lambai tangan, dsb. Kelompok A harus
segera memperagakan gerakan yang disebutkan dalam lagu, dan anak yng belum dapat memperagakan gerakan
sampai lagu berakhir ditarik dari kelompok. Begitu seterusnya bergantian,
misalnya masing-masing kelompok diberi
kesempatan 5 kali bernyanyi. Usahakan tiap lagu tersebut diulang gerakan
yang diinginkan belum pernah disebutkan sebelumnya. Jika ada kelompok yang salah
menyebutkan gerakan yang pernah
dilakukan maka guru berhak untuk mengalihkan hak kelompok tersebut kepada
lawannya.
e) Kelompok
yang menang adalah kelompok dengan jumlah
anggota yang lebih banyak pada akhir pertemuan.
b.
Bermain
cermin ( jenis: bermain simbolik )
1) Tujuannya
melatih anak menirukan perubahan gerakan orang/benda lain seperti di muka
cermin
2) Sarannya
cermin sebesar anak berdiri
3) Sasarannya
anak kelas B
4) Cara
bermain
a) Guru
memberikan kesempatan pada anak untuk mengamati dirinya pada cermin, dan menanyakan,
“Bila kamu membuat gerakan apa yang kau
lihat dengan bayanganmu?‘’
b) ‘’Ia
membuat gerakan yang sama’’
c) Setelah
anak memahami bahwa cermin bisa ‘meniru’ gerakan, anak-anak secara berpasangan
diminta berhadap-hadapan dengan anak lain. Lalu secara bergantian anak membuat
gerakan dan pasangannya menirukan gerakan dan pasangannya menirukan gerakan
tersebut. Jika cara meniru gerakan salah maka guru atau anak lain dapat
membantu mengarahkan.
4.
Permainan
kreatif untuk olah dan kontrol tubuh
a.
Burung-burung
di pohon ( jenis: dramatisasi irama bebas )
1) Tujuannya
melatih pengontrolan gerakan tubuh untuk berlari, berhenti, sambil menyesuaikan
dengan irama.
2) Sarananya
tape recorder, kaset,, lapangan
terbuka yang cukup luas,anak-anak dalam jumlah 3n + 1 (minimal 7 anak, bisa 10,
13, 16 anak, dst).
3) Sasarannya
anak TK kelas A atau B.
4) Cara
bermain
a) Setiap
anak membentuk 1 pohon dan 1 ekor burung.
Caranya:
2 anak saling berpegangan erat berhadapan dan mengurung 1 orang anak (sebagai
burung)
b) Seorang
anak yang tidak mendapat kelompok berperan sebagai 1 ekor burung di luar pohon.
c) Permainan
di mulai dengan nyanyian tentang burung, misalnya ‘burung kutilang’ dari ibu
sud yang dimainkan dari tape recorder
dan boleh juga sambil dinyanyikan oleh seluruh anak sambil melakukan gerakan
bebas di kelompok masing-masing. Anak yang berada di luar ‘pohon’ boleh
bergerak berkeliling sambil merentangkan tangan atau gerakan lainnya. Syair lagu Burung kutilang.
Di pucuk pohon cempaka
Burung kutilang berbunyi
Bersiul-siul sepanjang pagi
Dengan tak jemu-jemu
Mengangguk-angguk sambil berseru
Tri lili lililililili
Sambil berloncat-loncatan
Perahunya selalu terbuka
Di geleng-gelengkan kepalanya
Menentang langit biru
Tandanya suka ia berseru
Tri lili lililililili
d) Apabila
lagu berhenti , ‘ burung’ yang hinggap di ‘’pohon’ harus terbang ke luar dan
berganti tempat, sementara itu ‘burung’ yang ada di luar pohon harus berusaha
mencari pohon yang kosong.
e) Dengan
demikian, akan tetap ada 1 ekor ; burung’ yang berada di luar pohon dan
permainan dapat diulang lagi sampai anak-anak puas.
b.
Kereta dorong (jenis:
perlombaan )
1) Tujuannya
melatih anak untuk melakukan gerakan tubuh yang membutuhkan keseimbangan.
2) Sarananya
ruang bermain atau lapangan berumput.
3) Sasarannya
anak TK kelas B
4) Cara
bermain
a) Permainan
ini dimainkan secara berpasangan. Setiap pasang anak berperan seperti satu kereta
dorong yang akan berlomba ke garis akhir.
b) Guru
membuat garis start dan finish dengan jarak sekitar 6 meter.
c) Guru
meminta tiap pasangan anak untuk membentuk kereta dorong dengan cara tiap
pasangan anak berdiskusi untuk menentukan siapa yang akan menjadi kereta dorong
lebih dulu. Anak yang terpilih mengambil posisi merangkak, seperti akan push up (kedua tangan dan kaki bertumpu
di tanah seperti hewan berkaki 4).
d) Kemudian,
pasangannya berdiri di belakang temannya tersebut dan mengangkat kaki temannya
yang sedang merangkak, seolah-olah
pegangan kereta dorong. Bla ada yang kesulitan mengangkat kaki temannya maka
guru membantu mengangkatnya.
e) Bila
semua pasangaan telah siap dengan kereta dorongnya, guru menberi aba-aba
‘jalan’ lalu semua kereta dengan pendorongnya bergerak maju lurus ke depan
sampai garis finish.
f) Setibanya
di garis finish, tiap pasangan
berganti peran. Kereta menjadi pendorong dan pendorong menjadi kereta, lalu berjalan
menuju garis start.
g)
Pemenangnya adalah pasanga
yang lebih dulu sampai garis start kembali tanpa melepaskan pegangan keretanya
sejak awal.[13]
KESIMPULAN :
Permainan kreatif adalah sebuah
pendekatan pembelajaran yang digunakan sebagai pijakan bagi model kurikulum
permainan kreatif yang menekankan pentingnya perkembangan kreativitas dan
peranan permainan untuk membantu perkembangan anak melalui kegiatan yang
terintegrasi dengan lingkungan, dan permainan.
Guru berperan pernting dalam
memotivasi proses kreatif anak, antara lain dengan cara menanggapi dengan baik
setiap pertanyaan anak, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan
kegiatan atas inisiatif sendiri, memperhatikan dan memberikan ganjaran terhadap
gagasan anak, tidak kaget dengan gagasan anak yang unik dan aneh, memberikan
suasana yang aman dan bebas hokum, memberikan pengarahan seperlunya, tidak
terburur-buru memberikan penilaian dan memfasilitasi curah pendapat agar tiap
anak dapat menyampaikan gagasannya.
Pengembangan fisik motorik di TK
melalui permainan kreatif dapat dilakukan melalui tiga jenis kegiatan, yaitu
latihan, bermain simbolik, dan perlombaan. Latihan biasanya digunakan untuk
melatih suatu gerakan motorik kasar maupun halus yang baru sampai anak-anak
menguasainya.
Merancang pengembangan fisik motorik
melalui sebuah permainannkreatif dimulai dari menentukan aspek perkembangan
fisik motorik yang diinginkan, memilih atau menciptakan jenis permainan yang
sesuai dengan tujuan, menentukan sasaran permainan – kelas A atau B, dan
mendaftar alat/sarana yang diperlukan.
REFERENSI:
1.
Nurani Sujiono Yuliani,
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, PT. Indeks Jakarta 2009.
2.
Olds Feldman Papalia,
Human Development, Salemba Humaika Jakarta 2009.
3.
Rachmawati Yeni dan
Kurniati Euis, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak, Kencana Jakarta
2010.
4.
Sujiono Bambang Dkk,
metode pengembangan Fisik, universitas Terbuka 2010.
5.
Nurani sujiono Yuliani
dan Sujiono Bambang, Bermain Kretif Berbasis Kecerdasan Jamak, PT. Indeks
Jakarta 2010.
[1] Nurani Sujiono Yuliani, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, PT
Indeks Jakarta 2009, hal 62
[2] Olds Feldman Papalia, Human development, Salemba Humaika Jakarta
2009, hal. 481
[3] Ibit, Hal. 196
[4] Op.cit. hal. 35
[5] Rachmawati Yeni dan Kurniati Euis, Strategi Pengembangan
Kreativitas Pada Anak, Kencana Jakarta 2010, Hal. 14-15
[6] Sujiono Bambang dkk, Metode Pengembangan Fisik, Universitas Terbuka
(2010), hal. 8.3-8.4
[7] Ibit, hal. 8.5
[8] Nurani Sujiono Yuliani dan Sujiono Bambang, Bermain Kreatif Berbasis
Kecerdasan Jamak, PT Indeks Jakarta 2010, hal. 41-43
[9] Op.cit, hal. 8.6-8.9
[10] Nurani Sujiono Yuliani dan Sujiono Bambang, Bermain Kreatif
Berbasis Kecerdasan Jamak, PT. Indeks Jakarta (2010), hal. 35-36
[11] Ibit hal. 43-45
[12] Op.cit, hal. 8.14 - 8.20
[13] Op.cit, Hal. 8.20 – 8.27
entri dan perkongsian yang menarik. thanks ya :)
BalasHapusterima kasih... bisa jadi tambahan referensi tugas kurikulum ku...:) thank kiss
BalasHapustrimakasih bisa jadi bahan untuk tugas :)
BalasHapus